Kebocoran Data Pribadi Terus Terjadi, UU Perlindungan Tak Kunjung Rampung
JAKARTA, MEDIAINI.COM – Kasus kebocoran data penduduk membuat resah. Dimulai dari dugaan bocornya data aplikasi Electronic Health Alert Card (E-HAC), yang diperkirakan berdampak pada 1,3 juta pengguna aplikasi tersebut. Tak lama berselang, publik kembali dikejutkan oleh kabar data vaksinasi Presiden Joko Widodo yang diakses warganet di aplikasi Pedulilindungi.
Meskipun ini menjadi kasus kebocoran data kesekian kalinya, payung hukum perlindungan data pribadi tak kunjung disahkan. Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) yang sebelumnya ditargetkan rampung setelah lebaran atau sekitar bulan Mei 2021, masih belum diundangkan.
Pada Juni lalu, pembahasan RUU PDP kembali diperpanjang untuk yang kedua kali. Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS, Sukamta, mengatakan pembahasan RUU PDP masih terhambat karena Menteri Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Johnny G Plate belum mau bergerak. Menurut Sukamta, salah satu poin yang masih dibahas adalah mengenai otoritas pengawas dari lembaga pengawas data pribadi.
Hal senada diungkapkan Ketua Panitia (Panja) RUU PDP DPR Abdul Kharis Almasyahri. Politisi Partai PKS itu mengatakan, pemerintah tidak konsisten dengan kesepakatan awal yang dibuat dengan DPR. Saat awal pembahasan dalam rapat yang dilakukan pada Juli lalu, Komisi I DPR dan pemerintah sejatinya sepakat untuk membentuk lembaga pengawas yang bertanggung jawab langsung kepada presiden.
Kebocoran Data di Indonesia, Keamaanan Siber Kalah dari Malaysia dan Filipinda
Kondisi keamanan siber di Indonesia tergolong lemah. Ini tercermin dari rentetan kasus kebocoran data penduduk yang terjadi berulang kali dalam beberapa waktu terakhir. Data yang dirilis National Cyber Security Index (NCSI) menyebut Indonesia berada pada peringkat 77 dari 160 negara di dunia soal keamanan siber nasional. Indonesia memiliki skor 38,96, yang berarti jauh di bawah sejumlah negara tetangga Asia Tenggara lainnya.
Singapura tercatat berada di posisi ke-16 dengan skor indeks sebesar 80,52 dan menjadi negara Asia Tenggara paling aman soal keamanan siber, bahkan lebih unggul dari Amerika Serikat yang ada di posisi 17. Kemudian, Malaysia berada di posisi ke-22 dengan skor keamanan siber 72,73. Thailand di posisi 32 dengan skor 63,64 dan Thailand di peringkat 71 dengan perolehan skor indeks keamanan 42,86. Beberapa negara Asia tenggara lainnya yang berada di bawah peringkat keamanan siber Indonesia adalah Vietnam pada peringkat 80 dunia, Brunei Darussalam peringkat 84, dan Myanmar peringkat 139.
Sementara itu, lima peringkat teratas soal keamanan siber di dunia dipegang oleh negara-negara Eropa. Yunani menjadi negara paling aman soal keamanan siber dengan peringkat satu dan skor 96,10. Mengikuti di belakang Yunani, Republik Ceko di peringkat dua dengan skor 92,21, Estonia pada peringkat tiga dengan skor 90,91, Portugal di posisi keempat dengan skor 89,61, dan Republik Lithuania dengan skor 88,31.
Catatan Kasus Kebocoran Data di Indonesia
Sejumlah insiden kebocoran data di Indonesia telah terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Pada awal 2020, sebanyak 91 juta data pengguna di marketplace Tokopedia bocor dan dijual. Tak lama setelah bocornya data di Tokopedia, data 2,3 juta warga pemilih Indonesia bocor di forum hacker. Penjual mengaku memperoleh data itu secara resmi dari Komisi Pemilihan Umum(KPU) dalam bentuk PDF.
Pada Mei 2021, data pengguna BPJS kesehatan dibobol dan dijual di forum hacker. Diketahui jumlah data yang bocor dan dijual itu sebanyak 279 juta pengguna. Beberapa bulan kemudian, data dari aplikasi Indonesia Health Alert Card atau eHAC yang digagas Kementerian Kesehatan untuk deteksi pelancong bocor sejak 15 Juli lalu.
Menurut vpnMentor yang menemukan adanya kebocoran data di eHAC mengatakan bahwa jumlah data yang bocor mencapai 1,4 juta orang, dan yang sudah terbuka mencapai 1,3 juta orang. Kebocoran data juga menimpa Presiden Joko Widodo. Sertifikat vaksin kedua milik RI-1 bocor di jagat maya, pada 3 September 2021. Berdasarkan tangkapan layar yang dibagikan warganet, sertifikat itu memiliki data-data esensial seperti nama lengkap Jokowi, NIK, barcode, keterangan vaksin dan tanggal lahir. (Alfahri)
Comments
Post a Comment