Bank Digital Kian Eksis, Kenali Kelebihan dan Kekurangannya
JAKARTA, MEDIAINI.COM – Layanan bank digital jadi pilihan para nasabah. Hal ini disebabkan karena pesatnya perkembangan tekonologi merambah ke industri perbankan. Perbankan online atau atau bank digital merupakan layanan perbankan secara daring, yang memungkinkan nasabah melakukan transaksi secara online dengan hanya menggunakan smart phone serta kartu kredit.
Akhir-akhir ini, sejumlah bank berlomba-lomba mengembangkan bank dengan sistem daring. Sebut saja, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) yang baru saja meluncurkan aplikasi dari bank digital mereka, bernama blu. Sebelumnya PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) sudah lebih dulu memperkenalkan aplikasi Jenius. Ada pula Wokee milik Bank Bukopin, Digibank dari Bank DBS, TMRW dari Bank UOB, LINE Bank dari KEB Hana Bank, dan Jago dari Bank Jago.
Sebelum memanfaat aplikasi perbankan digital, ada baiknya Anda mengenali lebih dulu keuntungan dan keguriannya. Seperti yang dirangkum Mediaini berikut ini:
Kelebihan Layanan Bank Digital
Hal utama yang membuat bank dengan sistem daring bisa dengan cepat mendapat hati masyarakat adalah kemudahan dan kenyamanannya. Sepanjang ada jaringan internet, nasabah tidak perlu repot mendatangi kantor cabang bank untuk membuka rekening, transfer dana, dan layanan perbankan lainnya.
“Kita bisa melakukan transaksi perbankan dari mana saja. Kalau dulu kita mau buka rekening harus ke kantor, sekarang bisa buka rekening dari rumah bahkan dari jalan sekalipun,” ujar Pengamat Perbankan dari Binus University Doddy Ariefianto.
Sementara itu Pengamat Perbankan Paul Sutaryono mengatakan perbankan digital bisa menghasilkan efisiensi biaya baik bagi nasabah maupun bank. Sebab, bank digital memaksimalkan penggunaan teknologi, sebaliknya menekan tenaga Sumber Daya Manusia (SDM). “Bank digital mestinya lebih efisien karena tidak memiliki banyak SDM,” ujarnya.
Kekurangan Layanan Bank Digital
1. Keamanan
Di balik sederet keuntungannya, nasabah juga perlu mengetahui sejumlah risiko. Berbeda dengan bank konvensional yang menggunakan proses tatap muka, tanda tangan, hingga cap basah, bank digital kebanyakan menghapuskan proses-proses itu karena menggunakan teknologi.
Sebagai contoh, pembukaan deposito pada bank konvensional, pejabat bank membubuhkan tanda tangan yang bisa didokumentasikan dan dilacak oleh pihak bank. Dokumentasi tanda tangan ini digunakan untuk proses verifikasi dari pihak bank bagi keamanan deposito nasabah.
“Jadi, ketika ditempatkan dimana, dia (petugas bank) membuka deposito atas nama seseorang, deposito itu bisa diverifikasi, yang tanda tangan siapa, ada tidak di database bank tersebut. Begitu ada, dilihat tanda tangannya sama tidak, kalau sama bisa dikatakan sah. Sekarang sudah tidak begitu lagi, karena tidak pakai tanda tangan,” kata Doddy Ariefianto.
2. Aturan main
Bank digital belum memiliki aturan main tersendiri dari regulator. OJK saat ini masih mempersiapkan aturan baru bank umum yang di dalamnya mencakup pendirian bank digital. Maka, apabila ada kesalahan belum ada pijakan yang kuat bagi nasabah dan hanya mengacu ke peraturan perbankan secara umum.
3. Jaringan internet
Jaringan internet seolah menjadi pisau bermata dua bagi bank digital. Di satu sisi ia memberikan keuntungan bagi bank digital untuk menjangkau nasabah dan layanan yang luas, namun di lain pihak menjadi risiko karena bergantung pada kelancaran jaringan internet.
4. Ancaman peretas
Seperti yang terjadi baru-baru ini, seorang nasabah Jenius kehilangan uangnya hingga Rp110 juta karena memberikan informasi bersifat rahasia dan pribadi melalui link tidak resmi sehingga akun Jenius miliknya disalahgunakan oleh pelaku penipuan. (Alfahri)
Comments
Post a Comment